Equity World | Rekomendasi Pergerakan Harga Emas 14 Oktober 2019

Equity World | Rekomendasi Pergerakan Harga Emas 14 Oktober 2019

Equity World | Walaupun emas terpukul pada hari Jumat minggu lalu, para analis masih optimis bahwa metal berharga akan kembali ke level $1,500 segera. Emas jatuh lebih dari 1% pada hari Jumat minggu lalu dengan emas berjangka Comex bulan Desember terakhir diperdagangkan dekat kerendahan dua minggu pada $1,487.70 per ons.

Naiknya minat terhadap resiko mendorong pasar saham meningkat dan menekan emas turun dengan para investor menunggu pengumuman akan kesepakatan perdagangan parsial antara Amerika Serikat dengan Cina.

Presiden Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah sampai kepada fase kesepakatan yang sangat substansial dengan Cina. Setelah 14 sesi negosiasi yang formal, yang telah berlangsung lebih dari 15 bulan, pada hari kemarin diumumkan bahwa kedua negara super power ini telah mencapai persetujuan dasar mengenai bagian-bagian dari pertikaian perdagangan.

Menurut survey emas mingguan dari Kitco News yang terbaru, bearishnya Wall Street mengambil momentum jangka pendek dari bullish dengan harga emas diperkirakan turun pada minggu ini. Namun investor Main Street menolak untuk menyerah mengenai rally emas dengan mereka terus berharap harga emas akan kembali naik minggu ini.

Equity World

Perang Dagang AS-Tiongkok Mereda, Harga Emas Turun | Equity World

Dari 17 profesional pasar yang mengambil bagian di dalam survey Wall Street, 5 analis atau 29% mengatakan mereka melihat harga emas akan naik minggu ini. 8 analis atau 47% memprediksi harga emas akan turun. Sisanya 4 suara atau 24% melihat pasar emas “sideways” atau netral.

Sementara itu dari 954 responden yang mengambil bagian dari polling online Main Street, sebanyak 566 suara atau 59% melihat emas naik. Sebanyak 221 atau 23% memprediksi emas akan turun dan sisanya 167 suara atau 18% melihat pasar “sideways”.

Penurunan harga emas lebih lanjut akan berhadapan dengan “support” terdekat di $1,474.37 yang apabila berhasil ditembus akan lanjut ke $1,459.63 dan kemudian $1,430.45. Sedangkan apabila berbalik naik, akan berhadapan dengan “resistance” terdekat di $1,503.56 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $1,518.00 dan kemudian $1,547.19.

PT Equityworld | negosiasi Dagang di Ujung Tanduk, Bursa Saham Asia Melemah

PT Equityworld | negosiasi Dagang di Ujung Tanduk, Bursa Saham Asia Melemah

PT Equityworld | Seluruh bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan hari ini, Kamis (10/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei turun 0,11 poin, indeks Shanghai melemah 0,04%, indeks Hang Seng jatuh 0,22%, indeks Straits Times terkoreksi 0,45%, dan indeks Kospi berkurang 0,79%.

Kekhawatiran bahwa negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China akan berakhir dengan buruk menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham China dan Hong Kong. Untuk diketahui, pada hari ini waktu setempat kedua negara akan menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington.

Pemberitaan dari South China Morning Post (SCMP) menyebutkan bahwa AS dan China tak menghasilkan perkembangan apapun kala perbincangan tingkat deputi digelar pada awal pekan ini.

SCMP kemudian menyebut bahwa delelegasi pimpinan Wakil Perdana Menteri China Liu He hanya akan menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi dengan delegasi AS selama satu hari dan akan kembali ke Beijing pada hari Kamis. Untuk diketahui, sebelumnya delegasi China dijadwalkan kembali ke Beijing pada hari Jumat (11/10/2019).

Masalah transfer teknologi secara paksa yang ditolak untuk dirundingkan oleh pihak China menjadi dasar dari mandeknya perbincangan antar kedua negara, seperti dilaporkan oleh SCMP.

PT Equityworld

AS Melunak Lagi Terhadap China, Wall Street Dibuka Menghijau | PT Equityworld

Sejatinya, hawa negatif terkait dengan negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China sudah tercium sejak awal pekan, seiring dengan keputusan AS untuk memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.

China dibuat berang dengan langkah AS tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam.

“China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.

Dikhawatirkan, perang dagang AS-China justru akan tereskalasi pasca kedua negara selesai menggelar negosiasi tingkat tinggi. Jika ini yang terjadi, perekonomian keduanya terancam mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Equityworld Futures | Negosiasi Dagang AS-China Berlanjut, Wall Street Menguat

Equityworld Futures | Negosiasi Dagang AS-China Berlanjut, Wall Street Menguat

Equityworld Futures | Wall Street ditutup menguat pada perdagangan 9 Oktober 2019. Investor bursa saham Amerika Serikat (AS) masih berharap perundingan dagang AS-China menemukan titik terang.

Tiga indeks utama menguat namun penguatan mereda menjelang penutupan perdagangan. Bursa AS merespons sikap pejabat China yang mengatakan niat baiknya telah dirusak oleh Departemen Perdagangan AS.

Pasar saham masih mendapat sentimen positif karena sebuah laporan mengatakan China akan tetap terbuka dalam melakukan negosiasi dengan pihak AS.

Secara terpisah, Financial Times mengatakan Beijing menawarkan untuk meningkatkan pembelian tahunan produk pertanian AS.

“Kesepakatan parsial dengan China setidaknya akan membuka jalan untuk kesepakatan yang lebih besar,” kata Tim Ghriskey, kepala strategi investasi di Inverness Counsel di New York.

Equityworld Futures

Optimis Kesepakatan Perang Dagang, Wall Street Menguat | Equityworld Futures

Melansir Reuters, Kamis (10/9/2019), indeks Dow Jones Industrial Average naik 182,1 poin atau 0,7% menjadi 26.346,14, indeks S&P 500 naik 26,34 poin atau 0,91% menjadi 2.919,4 dan Nasdaq Composite naik 79,96 poin atau 1,02% menjadi 7.903,74.

Ketegangan perdagangan, tanda-tanda perlambatan ekonomi dan meningkatnya ketegangan geopolitik telah menekan pasar saham selama September. Tercatat, indeks S&P 500 dan Dow Jones turun sekitar 2% sejak akhir September.

Semua 11 sektor utama S&P 500 ditutup menguat dipimpin dengan sektor teknologi. Volume pada perdagangan saham AS mencapai 5,33 miliar, turun dibandingkan dengan rata-rata perdagangan selama 20 hari yang sebesar 7,05 miliar.

Equityworld Futures | Takut Perang Dagang Tereskalasi, Bursa Saham Asia Berguguran

Equityworld Futures | Takut Perang Dagang Tereskalasi, Bursa Saham Asia Berguguran

Equityworld Futures | Bursa saham utama kawasan Asia berguguran pada perdagangan hari ini, Rabu (9/10/2019). Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei ambruk 1,06%, indeks Shanghai jatuh 0,39%, indeks Hang Seng melemah 0,6%, dan indeks Straits Times berkurang 0,41%.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham Korea Selatan pada hari ini diliburkan seiring dengan peringatan Hangeul Day.

Kekhawatiran bahwa perang dagang AS-China akan tereskalasi menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kini, hubungan antar kedua negara justru memanas menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang dijadwalkan untuk mulai digelar pada hari Kamis (10/10/2019) di Washington.

Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.

Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara.

Kemudian, AS memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat ke-8 perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus, seperti dilansir dari Bloomberg. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum muslin di Xinjiang, China.

Equityworld Futures

Harga Emas Bisa ‘Terbang’ ke US$ 1.600/Troy Ons, Percaya? | Equityworld Futures

China pun berang dengan langkah AS tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam.

“China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.

Dikhawatirkan, eskalasi perang dagang AS-China akan membawa kedua negara mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

Equityworld Futures | Berhari-hari Babak Belur, Hari Ini IHSG Mencoba Bangkit

Equityworld Futures | Berhari-hari Babak Belur, Hari Ini IHSG Mencoba Bangkit

Equityworld Futures | Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (8/10/2019), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,35% ke level 6.021,69.

Pada pukul 09:30 WIB, indeks saham acuan di Indoensia tersebut telah memperlebar penguatannya menjadi 0,64% ke level 6.038,87. IHSG mencoba bangkit pasca sudah anjlok 1% pada perdagangan kemarin (7/10/2019).

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,99%, indeks Shanghai menguat 0,6%, indeks Hang Seng terkerek 0,69%, indeks Straits Times terapresiasi 0,6%, dan indeks Kospi bertambah 0,8%.

Sejatinya, sentimen yang mewarnai perdagangan hari ini terbilang tak mendukung untuk melakukan aksi beli, seiring dengan potensi eskalasi perang dagang AS-China yang sudah di depan mata. Untuk diketahui, pada hari Kamis (10/10/2019) AS dan China dijadwalkan untuk mulai menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi di Washington.

Namun, ada hawa yang tak mengenakan menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang begitu dinanti-nantikan tersebut. Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.

Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara.

Dengan sikap China yang kembali keras, tentu potensi eskalasi perang dagang AS-China menjadi risiko yang tak bisa dianggap sepele.

Equityworld Futures

Bursa Saham Asia Bisa Bergerak Positif | Equityworld Futures

Perkembangan terbaru, AS memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus, seperti dilansir dari Bloomberg.
AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum muslin di Xinjiang, China.

Keputusan ini menandai kali pertama AS menggunakan alasan hak asasi manusia guna menekan China. Sebelumnya, Huawei selaku raksasa telekomunikasi asal China juga dimasukkan dalam daftar hitam oleh AS, namun dengan alasan keamanan nasional.

Optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada akhir bulan ini tampak menjadi faktor yang melandasi aksi beli di bursa saham Asia.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 7 Oktober 2019, probabilitas The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan ini berada di level 71,1%. Seminggu yang lalu, probabilitasnya masih berada di level 39,6%.

Rilis data ekoomi AS yang mengecewakan memantik optimisme pelaku pasar bahwa bank sentral AS akan mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Belum lama ini, Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, Non-Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh ISM di level 52,6, juga di bawah konsensus yang sebesar 55,1, seperti dilansir dari Forex Factory.

Equityworld Futures | Happy Weekend! IHSG Berhasil Menguat & Jawara Asia

Equityworld Futures | Happy Weekend! IHSG Berhasil Menguat & Jawara Asia

Equityworld Futures | Happy Weekend untuk bursa saham utama Indonesia. Mengawali perdagangan hari ini (4/10/2019) dengan menguat 0,24%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlebar penguatannya dan berhasil ditutup dengan mencatatkan kenaikan 0,38% menjadi 6.061,25.

IHSG akhirnya mencuat kembali alias rebound setelah dalam 5 hari terakhir amblas dengan total koreksi sebesar 3,11%.

Saham-saham yang turut mendongkrak kinerja IHSG di antaranya PT Bima Sakti Pertiwi Tbk/PAMG (+24,6%), PT Capri Nusa Satu Properti Tbk/CPRI (+10%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (+6,27%), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (+6,15%), PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk/TELE (+5,8%).

Lebih lanjut, IHSG berhasil menjadi macan Asia pada akhir pekan ini karena mencatatkan imbal hasil paling besar jika dibandingkan dengan indeks saham utama di kawasan Benua Kuning yang mayoritas dilanda tekanan jual.

Indeks Nikkei tercatat menguat 0,32%, indeks Hang Seng anjlok 1,11%, indeks Shanghai anjlok 0,92%, indeks Kospi melemah 0,55%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,31%.

Awan kelam masih menyelimuti bursa saham utama kawasan Asia seiring dengan rilis data ekonomi terbaru AS yang lagi-lagi mengecewakan.

Non-Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh Institute for Supply Management (ISM) di level 52,6, di bawah konsensus yang sebesar 55,1, seperti dilansir dari Forex Factory.

Melansir CNBC International, Non-Manufacturing PMI yang sebesar 52,6 tersebut merupakan level terendah yang pernah dicatatkan semenjak Agustus 2016 silam.

Equityworld Futures

Rupanya Ini yang Menjadi Sebab IHSG Anjlok di Bawah 6.000 | Equityworld Futures

Sebelumnya pada Selasa (1/10/2019), Institute for Supply Management (ISM) melaporkan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1. Yang lebih parah, skor 47,8 adalah capaian terendah Negeri Paman Sam sejak Juni 2009.

“Ketidakpastian seputar perang dagang AS-China jelas merupakan alasan utama pelemahan ini, dengan perusahaan yang terpapar perdagangan global semakin menunda keputusan investasi (mereka),” ujar Patrik Lang, Kepala Riset Pasar Modal di Julius Baer, seperti dikutip oleh Reuters.

Perang dagang dengan Negeri Tiongkok sudah jelas-jelas menyakiti ekonomi Negeri Paman Sam, tapi AS malah berniat memulai era baru perang dagang dengan Uni Eropa.

Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan rencana pengenaan tarif atas produk impor asal Benua Biru per 18 Oktober 2019.

Bea masuk 10% akan dikenakan pada pesawat Airbus, 25% pada produk wine asal Perancis dan whiskey asal Irlandia dan Skotlandia. Washington juga akan memberlakukan tarif pada produk keju, kopi, mentega dan daging babi, dilansir CNBC International.

Investor dipenuhi kekhawatiran karena karena friksi dagang AS dan Benua Biru berpotensi menyakiti ekonomi Negeri Adidaya lebih dalam ketimbang perang dagang dengan China.

Mengutip data Kantor Perwakilan Dagang AS, impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China ‘hanya’ US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar.

PT Equityworld | Duet Maut Perang Dagang dan Resesi Masih Menghantui

PT Equityworld | Duet Maut Perang Dagang dan Resesi Masih Menghantui

PT Equityworld | Pasar keuangan Indonesia lagi-lagi bergerak berlawanan arah pada perdagangan kemarin. Hal serupa pun terjadi di Asia.

Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) finis di jalur merah dengan koreksi 0,28%. Hampir seluruh bursa saham utama Asia melemah, hanya Hang Seng yang selamat.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) malah menguat 0,14%. Kebalikan dari bursa saham, hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning menguat dan tinggal menyisakan yuan China yang masih terdepresiasi.

Pasar saham merespons berbagai sentimen negatif yang beredar kemarin. Pertama, masih ada kekhawatiran soal ancaman resesi di AS setelah rilis data aktivitas manufaktur yang mengecewakan.

Pada September, angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.

Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.

Kedua, investor mencemaskan risiko perang dagang AS vs Uni Eropa. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.

Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.

Aktivitas manufaktur yang terkontraksi plus perang dagang dengan Uni Eropa sangat berisiko membuat perekonomian AS melambat, bahkan bukan tidak mungkin jatuh ke jurang resesi. Oleh karena itu, pelaku pasar semakin yakin bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal terus menerapkan kebijakan moneter longgar dengan menurunkan suku bunga acuan.

PT Equityworld

Merah Lagi, 5 Hari Sudah IHSG Anjlok | PT Equityworld

Mengutip CME Fedwatch, kans penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1.5-1,75% pada bulan ini mencapai 90,3%. Padahal sepekan lalu kemungkinannya tidak sampai 50%, tepatnya 49,2%.

Penurunan suku bunga acuan yang hampir pasti terjadi membuat dolar AS semakin tidak seksi. Imbalan investasi di dolar AS, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi, menjadi semakin tipis.

Akibatnya, obligasi di negara-negara berkembang Asia yang menjanjikan cuan lebih besar menjadi buruan investor, salah satunya Indonesia. Kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun 1,5 bps. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.

Jadi walau aliran modal di pasar saham sedang mampet, di mana kemarin investor asing mencatatkan jual bersih Rp 795,59 miliar, tetapi di pasar obligasi masih deras. Ini membuat rupiah masih punya modal untuk menguat.

Equityworld Futures | Khawatir AS Masuk Jurang Resesi, Bursa Saham Asia Ambruk

Equityworld Futures | Khawatir AS Masuk Jurang Resesi, Bursa Saham Asia Ambruk

Equityworld Futures | Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (2/10/2019), di zona merah: indeks Nikkei turun 0,49%, indeks Hang Seng jatuh 0,19%, indeks Straits Times melemah 1,35%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,95%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.

Rilis data ekonomi AS yang begitu mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia. Kemarin (1/10/2019), Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Kontraksi yang terjadi pada bulan September merupakan kontraksi terburuk yang dibukukan oleh sektor manufaktur AS dalam satu dekade terakhir. Perang dagang dengan China terbukti telah sangat menyakiti perekonomian AS.

Lantas, kekhawatiran bahwa AS akan masuk ke jurang resesi kembali mencuat. Untuk diketahui, sinyal bahwa AS akan masuk ke jurang resesi sebelumnya sudah disuarakan oleh pasar obligasinya sendiri.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Terhitung dalam periode 23-29 Agustus 2019, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun ditutup melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.

Untuk diketahui, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Equityworld Futures

Pasar Optimis, Harga Emas Diproyeksi Melemah | Equityworld Futures

Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran terjadinya inversi merupakan sinyal dari terjadinya resesi di AS di masa depan. Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang kami lansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.

Lebih lanjut, aksi jual di bursa saham Asia juga dipicu oleh peluncuran rudal balistik dari kapal selam (submarine-launched ballistic missile/SLBM) oleh Korea Utara. Senjata pemusnah jarak jauh tersebut ditengarai jatuh di laut lepas, di luar batas laut Barat Jepang.

Pemerintah Jepang dalam keterangannya menyatakan rudal yang diluncurkan pada pagi hari tersebut terbelah menjadi dua sebelum akhirnya tercebur ke laut, seperti dikutip dari Reuters.

“Saat ini, kami menduga satu rudal yang diluncurkan dan terpisah menjadi dua, kemudian jatuh. Kami masih menganalisis detil [dari peristiwa tersebut],” ujar Pimpinan Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga dalam konferensi pers pada hari ini, Rabu (2/10/2019).

Peristiwa peluncuran yang diberitakan terjadi pada pukul 07:11 pagi waktu setempat terjadi sehari setelah adanya pernyataan dari negara pimpinan Kim Jong-un tersebut terkait niat melanjutkan pembicaraan dengan AS untuk mengakhiri program nuklirnya.

Equityworld Futures | Saham di Asia terseret Pelemahan Ekonomi AS

Equityworld Futures | Saham di Asia terseret Pelemahan Ekonomi AS

Equityworld Futures | Saham Asia mengalami penurunan setelah data ekonomi Amerka Serikat dilaporkan melemah, khususnya pada sektor manufaktur, menambah kekhawatiran tentang ekonomi global.

Dilansir melalui Reuters, indeks saham MSCI (kecuali Jepang) Asia Pasifik turun 0,7%, sedangkan saham Australia turun 1,3% dan saham Korea Selatan merosot 1,4%.

Nikkei Jepang N225 turun 0,65%. Adapun, pasar China ditutup untuk liburan nasional selama sepekan.

Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong .HSI turun 0,8% pada awal perdagangan setelah libur pada Selasa (1/10/2019).

Di Wall Street, S&P 500 kehilangan 1,23% dan kini berada di posisi terendah dalam 4 pekan terakhir.

Data manufaktur yang lemah dirilis menyusul angka yang juga mengecewakan dari Eropa pada awal pekan ini, memicu kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan dunia di tengah perang dagang AS-China dan putaran spekulasi terkait potensi penurunan lanjutan suku bunga acuan The Fed.

Perhatian pasar saat ini akan beralih ke data pasar tenaga kerja AS, di mana laporan ketenagakerjaan nasional ADP akan merilis datanya pada Rabu dan data gaji non-pertanian akan dirilis pada Jumat.

Equityworld Futures

Gawat! Korut Luncurkan Rudal Balistik, Bursa Asia ‘Terbakar’ | Equityworld Futures

“Untuk Oktober saya pikir kita akan terus melihat tantangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan global. Akan ada lebih banyak perhatian yang ditujukan pada masalah itu,” ujar Direktur Investasi di Sierra Investment Management Inc., Terri Spath, seperti dikutip melalui Bloomberg, Rabu (2/10/2019).

Aktivitas manufaktur AS jatuh ke level terendah pada September karena ketegangan perdagangan yang masih berlangsung membebani ekspor, semakin meningkatkan kekhawatiran pasar keuangan tentang perlambatan tajam dalam pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga.

Institute for Supply Management (ISM) mengatakan indeks aktivitas pabrik nasional turun 1,3 poin menjadi 47,8 pada September, yang merupakan level terendah sejak Juni 2009 ketika Resesi Hebat berakhir.

Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi di sektor manufaktur, yang menyumbang sekitar 11% dari ekonomi AS.

Meskipun, indikator resesi masih jauh dari realisasi saat ini, di mana indeks ISM perlu turun di bawah poin 42,9 untuk menandakan resesi yang lebih luas, para ekonom mengatakan penurunannya yang terus-menerus menimbulkan risiko besar terhadap ekspansi ekonomi terpanjang dalam sejarah.

Kemerosotan manufaktur dapat memaksa The Fed untuk memangkas suku bunga lagi di bulan Oktober. The Fed memotong suku bunga bulan lalu setelah menurunkan biaya pinjaman pada bulan Juli untuk pertama kalinya sejak 2008 dalam upaya menjaga laju ekspansi, yang saat ini memasuki tahun ke-11.

Equityworld Futures | Wall Street Bersemangat, Bursa Tokyo Ikut Bergairah

Equityworld Futures | Wall Street Bersemangat, Bursa Tokyo Ikut Bergairah

Equityworld Futures | Bursa Saham Tokyo dibuka menguat pada pembukaan perdagangan pagi ini. Penguatan tersebut dipicu oleh berkurangnya ketegangan perdagangan AS-China dan penurunan yen, karena investor mengabaikan survei Jepang yang menunjukkan kepercayaan bisnis terus turun.

Mengutip AFP, indeks acuan Nikkei 225 naik 0,36% atau 78,55 poin menjadi 21.834,39 pada awal perdagangan, sementara Topix naik 0,50% atau 7,93 poin pada 1.595,73.

Wall Street juga membaik setelah Penasehat Perdagangan AS Peter Navarro membantah laporan bahwa administrasi Trump mempertimbangkan penghapusan emiten China dari bursa saham AS. “Berita palsu,” katanya sebagaimana dilansir dari Reuters.

Equityworld Futures

Harga Emas Turun 2% Tertekan Menguatnya Wall Street dan Dolar AS | Equityworld Futures

“Gagasan penggunaan banyak ide untuk melihat dampak pada perdagangan adalah sesuatu yang biasa kita terima,” kata analis Ladenburg Thalmann Asset Management yang berbasis di New York Phil Blancato.

Design a site like this with WordPress.com
Get started