Equity World | Uji Nyali, Berani Coba Saham Kolesterol Tinggi Ini?

Equity World | Uji Nyali, Berani Coba Saham Kolesterol Tinggi Ini?

Equity World | Beberapa pelaku pasar memilih untuk tidak berinvestasi di pasar saham karena prinsipnya yang high risk dan high return, yang artinya menanamkan modal pada aset beresiko tinggi tapi berpotensi memberikan imbal hasil selangit.

Adapun investor pemula yang masih awam umumnya memilih untuk menggelontorkan dana mereka pada saham yang menjamin imbal hasil karena likuiditas yang tinggi, seperti saham-saham yang masuk dalam kategori LQ45. Terlebih lagi, saham di LQ45 mayoritas memiliki landasan fundamental kinerja keuangan yang cenderung baik.

Akan tetapi, data pasar menunjukkan bahwa saham yang memberikan cuan tertinggi sepanjang tahun ini, justru dari emiten dengan likuiditas rendah dengan kapitalisasi pasar tidak terlalu besar. Rerata nilai transaksi harian di bawah Rp 5 miliar.

Dalam dunia pasar modal saham sering disebut ‘saham berkolesterol tinggi’, kenapa? Hal ini karena saham telah ‘digoreng’ yang membuat harganya melesat dan menarik bagi trader.

Namun, saham-saham tersebut selain cepat naik tapi juga bisa tiba-tiba anjlok harganya, bak Roller Coaster. Jadi resiko yang menyelimuti juga sangat besar.

Alhasil, pergerakan sahamnya tidak dapat diperkirakan oleh para analis. Jadilah saham yang digoreng ini istilah ‘berkolesterol’ dan tidak sehat bagi investor.

Tim Riset CNBC Indonesia mencoba merangkum 10 saham ‘berkolesterol tinggi’ sepanjang tahun 2019.

Berdasarkan tabel di atas, produsen gas elpiji, PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO) menduduki posisi teratas dengan imbal hasil mencapai 1.472%, di mana per 11 September 2019 kapitalisasi pasar perusahaan hanya Rp 2,23 triliun.

Equity World

Saham Asia naik karena harapan perdagangan AS-China, stimulus moneter | Equity World

Selain itu, melansir RTI Analytics, PICO rata-rata hanya ditransaksikan sebanyak 392.394 ribu unit dengan rerata nilai transaksi sebesar Rp 559,17 juta.

Peroleh itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan transaksi saham LQ45, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Rata-rata volume perdagangan Bank BUKU IV tersebut sebesar 109,26 juta unit dengan nilai transaksi mencapai Rp 421,27 miliar. Hampir 800 kali lipat lebih besar dibandingkan PICO.

Jika dirinci lebih lanjut, pelaku pasar patut waspada karena beberapa saham di atas langganan terkena penghentian sementara (suspensi) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti PICO, ARTO, POLL, dan NICK.

Meskipun kesepuluh emiten di atas memiliki kapitalisasi pasar kecil, likuiditas rendah, dan beresiko tinggi karena fluktuasi harga, investor bernyali besar tetap tertarik untuk menggelontorkan dana mereka untuk membeli saham tersebut. Lalu, berapa keuntungan yang dikantongi investor yang bernyali ini?

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started